Konsep ‘Multiple Intelligences’ menyediakan kesempatan pada anak untuk mengembangkan bakat emasnya sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Mari pahami konsepnya!
Kalau ada banyak jalan menuju Roma, begitu juga jalan menuju kecerdasan. Ada banyak cara untuk menjadi cerdas. Kalau ada banyak cara, berarti ada banyak tanda pula untuk melihat kecerdasan anak. Tanda itu bukan hanya dapat dilihat dari prestasi akademiknya di sekolah, atau mengikutkan anak kedalam tes intelejensia.
Anak-anak dapat memperlihatkan kecerdasannya lewat banyak cara. Cara itu misalnya melalui kata-kata, angka, musik, gambar, kegiatan fisk (kemampuan motorik) atau lewat cara sosial-emosional. Itu karena, menurut Thomas Armstrong, Ph.D, periset kecerdasan anak dan penulis buku ‘In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences’, semua anak terlahir cerdas dan berbakat. Kalaupun ada yang tampak tak menonjol, itu karena beberapa anak menunjukkan bakatnya lebih lambat dibanding anak lain.
Karenanya, banyak hasil-hasil riset kecerdasan anak menyarankan para orangtua untuk memberi banyak pengalaman dan stimulasi kepada anak. Stimulasi dan sensasi pengalaman yang intens itu berguna untuk segera membangkitkan kecerdasan anak. Jadi tak ada lagi istilah ‘anak menunjukkan bakat lebih lambat’. Fakta-fakta riset itulah yang kemudian oleh Prof. Howard Gardner, seorang psikolog dan pakar ilmu saraf dari Universitas Harvard, AS tahun 1983 dikristalkan ke dalam konsep teori kecerdasan yang disebutnya ‘Multiple Intelligences’ atau Kecerdasan Majemuk/Ganda.
Tidak Satu Parameter
Menurut Gardner, manusia itu, siapa saja--kecuali cacat atau punya kelainan otak—sedikitnya memiliki 9 kecerdasan. Kecerdasan manusia, saat ini tak hanya dapat diukur dari kepandaiannya menguasai matematika atau menggunakan bahasa. Ada banyak kecerdasan yang dapat diidentifikasi di dalam diri manusia. Coba bagaimanaMam & Pap menentukan siapa yang cerdas dalam pertanyaan berikut : “Siapa yang paling cerdas di lapangan sepakbola, apakah David Beckham atau Albert Einstein?” Juga, “Siapa yang cerdas di panggung musik, apakah Krisdayanti atau Susi Susanti?”. Mereka cerdas di bidangnya masing-masing. Kita tak bisa menggunakan satu parameter untuk membandingkan kecerdasan mereka.
Dalam buku terbarunya, ‘Intelligence Reframed : Multiple Intelligence for The 21st Century’ (1999), Howard Gardner, menjelaskan 9 kecerdasan yang tersimpan dalam otak manusia. Konsep kecerdasan ganda ini, bila dipahami dengan baik, akan membuat semua orangtua memandang potensi anak lebih positif. Terlebih lagi, para orangtua (guru) pun dapat menyiapkan sebuah lingkungan yang menyenangkan dan memberdayakan di rumah (di sekolah).
Bahan Sederhana
‘Ruang kelas’ terbesar untuk belajar sebenarnya sudah tersedia. Ya, dunia adalah ruang belajar itu. Untuk mengembangkan kecerdasan unik anak-anak lewat konsep ini, yang dibutuhkan sebenarnya sudah tersedia di lingkungan sekitar. Di sekolah, anak bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata. Sementara di rumah, anak bisa memanfaatkan benda-benda dan materi di sekitar rumah. Mam & Pap tak perlu membelikan alat belajar maupun mainan yang mahal.
Konsep Multiple Intelligences juga mengajarkan kepada anak bahwa mereka bisa belajar apapun yang mereka ingin ketahui. Apapun yang ingin diktehauinya itu dapat ditemui di dalam kehidupan nyata yang dapat mereka alami sendiri. Sementara, bagi orangtua maupun guru, yang dibutuhkan hanya kreatifitas dan kepekaan untuk mengasah kemampuan anak. Baik Mam & Pap maupun guru juga harus mau berpikir terbuka, keluar dari paradigma tradisional.
Soal manfaat lingkungan untuk membantu proses belajar ini, sudah diteliti lho oleh beberapa orang peneliti kegiatan belajar. Ada Vernon A. Magnesen tahun 1983 dan sekelompok peneliti seperti Bobbi DePorter; Mark Reardon, dan Sarah tahun 2000. Mereka menjelaskan bahwa kita sebenarnya mendapat pengetahuan dari apa yang kita baca (10%), dari apa yang kita dengar (20%), dari apa yang kita lihat (30%), dari apa yang kita lihat dan dengar (50%), dari apa yang kita katakan (70%) dan dari apa yang kita katakan dan lakukan (90%).
Nah dari situ terlihat bukan, dari aktivitas seperti apa kita lebih banyak mendapatkan pengetahuan? Ya, dari yang kita lihat dan dengar serta dari paraktik yang kita lakukan.Belajar dengan menggunakan teori kecerdasan ganda bukan cuma menegaskan “it’s how smart they are” tapi “It’s how they are smart!” Bukan ‘seberapa pintar anak’ tapi ‘bagaimana mereka bisa menjadi pintar’. n
9 Kecerdasan Ganda yang Dimiliki Anak
1. VISUAL/SPATIAL (Cerdas Gambar/Picture Smart)
Anak belajar secara visual dan mengumpulkan ide-ide. Mereka lebih berpikir secara konsep (holistik) untuk memahami sesuatu. Kemampuan untuk melihat ‘sesuatu’ di dalam kepalanya itu mampu membuat dirinya pandai memecahkan masalah atau berkreasi.
2. VERBAL/LINGUISTIC (Cerdas Kata/Word Smart)
Anak belajar lewat kata-kata yang terucap atau tertulis. Kecerdasan ini selalu mendapat tempat (unggul) dalam lingkungan belajar di kelas dan tes-tes gaya lama.
3. MATHEMATICAL/LOGICAL (CerdasLogika-Mateamatik/Logic Smart)
Anak senang belajar melalui cara argumentasi dan penyelesaian masalah. Kecerdasan ini juga pas ditampilkan di dalam kelas.
4. BODILY/KINESTHETIC (Cerdas Tubuh/Body Smart)
Anak belajar melalui interaksi dengan satu lingkungan tertentu. Kecerdasan ini tak sepenuhnya bisa dianggap sebagai cerminan dari anak yang terlihat ‘sangat aktif’. Kecerdasan ini lebih senang berada di lingkungan dimana ia bisa memahamisesuatu lewat pengalaman nyata.
5. MUSICAL/RHYTHMIC (Cerdas Musik/Music Smart)
Anak senang dengan pola-pola, ritmik, dan tentunya musik. Termasuk, bukan hanya pola belajar auditori tapi juga mempelajari sesuatu lewat indetifikasi menggunakan panca indera.
6. INTRAPERSONAL (Cerdas Diri/Self Smart)
Anak belajar melalui perasaan, nilai-nilai dan sikap.
7. INTERPERSONAL (Cerdas Bergaul/People Smart)
Anak belajar lewat interaksi dengan orang lain. Kecerdasan ini mengutamakan kolaborasi dan kerjasama dengan orang lain.
8. NATURALIST (Cerdas Alam/Nature Smart)Anak senang belajar dengan cara pengklasifikasian, pengkategorian, dan urutan. Bukan hanya menyenangi sesuatu yang natural, tapi juga senang menyenangi hal-hal yang rumit.
8. NATURALIST (Cerdas Alam/Nature Smart)Anak senang belajar dengan cara pengklasifikasian, pengkategorian, dan urutan. Bukan hanya menyenangi sesuatu yang natural, tapi juga senang menyenangi hal-hal yang rumit.
9. EXISTENTIAL (Cerdas Makna/Existence Smart)
Anak belajar sesuatu dengan melihat ‘gambaran besar’, “Mengapa kita di sini?” “Untuk apa kita di sini?” “Bagaimana posisiku dalam keluarga, sekolah dan kawan-kawan?”. Kecerdasan ini selalu mencari koneksi-koneksi antar dunia dengan kebutuhan untuk belajar.
0 komentar:
Posting Komentar